Selasa, 21 Januari 2014

Laporan Kegiatan ; Asset Based Thinking, "Pendekatan Bertumpu Pada Kekuatan"

Relawan adalah kekuatan dalam setiap gerak dan perencanaan PILAR. Relawan berperan sebagai fasilitator. Fasilitator bertugas untuk memfasilitasi, yakni membantu sasaran/target (dalam kegiatan PILAR, yang menjadi sasaran/target adalah warga Desa Tassese, khususnya anak-anak dan remaja) untuk menjadikan suatu hal lebih mudah. Untuk memudahkan sesuatu, ada empat tahapan yang dikenalkan dalam Pelatihan Asset Based Thinking (ABT) ini, yaitu Discover, Dream, Design, dan Destiny.
Pelatihan ABT ini difasilitasi oleh Siswandi (26), fasilitator dari AcSI Makassar yang kini juga bergabung dalam TNC (The Nature Conservancy) di Berau, Kalimantan Timur. Siswandi membagi pengalamannya sebagai fasilitator lapangan di berbagai tempat, seperti Sulawesi, Maluku Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat, 17 Januari 2014, pukul 16.00 – 19.30 WITA di Sekret Bersama AcSI-Komtek, Kompleks BTN Wesabbe Blok C/95, Makassar. Ada 6 relawan PILAR yang menjadi peserta dalam pelatihan ini, diantaranya Randie Akbar (29), Rahmadi (20), Azis (22), Mucha (22), Rizki Wahid (20), dan Nur Utami (24).
Relawan PILAR sedang meramu Rancangan Masa Depan untuknya dan Tassese

Asset Based Thinking (ABT)
Pendekatan ABT adalah metode yang digunakan fasilitator dalam perubahan sosial dengan fokus pada kekuatan. Kekuatan ini dimaknai tidak hanya kekuatan fisik saja, tetapi juga kekuatan ide dan visi sebagai jalur penuntun pergerakan. Tiga tujuan pendekatan ABT, antara lain: (1) Mengubah cara kita melihat diri sendiri; (2) Mengubah cara kita melihat orang lain atau relasi; (3) Mengubah cara kita melihat situasi. Tujuan ini dapat dicapai dengan menyusun strategi perencanaan dalam empat tahapan besar, yaitu Discover, Dream, Design, dan Destiny.



Discover
Peserta pelatihan diminta untuk membuat 3 gambar atau simbol yang digemari dalam hidup. Butuh waktu hingga 10 menit untuk menyelesaikan tugas pertama ini. Setelah itu, peserta diminta menjelaskan setiap maksud dari gambar yang dibuat. Ternyata, setiap gambar pertama berkaitan dengan masa kecil, gambar kedua dengan masa remaja, dan gambar ketiga berkaitan dengan masa kini dan ke depannya.


Berikutnya, peserta kembali diminta untuk menggambar. Kali ini, peserta diminta untuk menggambar 5 keberhasilan yang dicapai dalam 2 bulan terakhir, dan 1 kelemahan. Gambar-gambar ini juga harus dijelaskan lebih lanjut. Kemudian, peserta dibantu dengan fasilitator membuat kesimpulan tentang kekuatan apa yang dimiliki oleh peserta berdasarkan penjelasannya mengenai keberhasilan dan kelemahan.
Dream
Tahapan eksplorasi dalam Discovery telah selesai. Setiap peserta diharapkan telah mengidetifikasi kelemahan dan kekuatan, juga sampai dimana pencapaian yang pernah dicapai. Setelah mengenal diri, maka perencanaan strategi adalah tahapan berikutnya.
Peserta diminta merumuskan visi masing-masing dalam selembar kertas. Ada beberapa teman yang menggambarkan visinya, ada juga yang menyimpulkannya dalam kalimat visi. Setiap visi itu kemudian dipresentasikan kembali.
Ada yang bercerita tentang visinya mewujudkan Rumah Baca di Tassese. Diharapkan rumah baca ini menjadi tempat bagi anak-anak Tassese untuk membaca dan mengeksplor ide yang terbaik untuk desanya. Kemudian, ada yang bercerita tentang visinya mewujudkan Rumah Bermain di Tassese. Visi ini lebih umum. Selain tempat untuk belajar, diharapkan Rumah Bermain ini menjadi ruang bagi para anak Tassese untuk menjaga kebersamaannya. Menjadi ruang bagi mereka untuk tetap berkumpul dalam kebudayaan lokalnya. Visi berikutnya adalah Sekolah Budaya. Selanjutnya, ada lagi visi yang lebih umum, yakni mendorong pemikiran kritis untuk warga Tassese untuk tetap mandiri dan menjaga kebersamaan.


Design
Tahapan ini sangat berkaitan dengan fase Dream. Visi yang telah kami ringkas dan maknai masing-masing akan ditindaklanjuti dalam rancangan masa depan. Rancangan masa depan ini memiliki tiga poin dasar, yaitu elemen-elemen sukses, perubahan penting, dan pihak siapa saja yang terlibat. Visi-visi yang terkumpul kami rancang bersama dengan melengkapi ketiga poin dasar sehingga menghasilkan rumusan Rancangan Masa Depan PILAR.


Destiny
Discover, Dream, dan Design, merupakan tahapan fasilitasi internal. Tahapan Destiny lebih ditekankan tentang bagaimana elemen sukses dan agenda-agenda PILAR dikomunikasikan. Butuh mantra/kalimat efektif untuk membahasakan bagaimana gerakan PILAR. Selama pelatihan fasilitator, kalimat efektif yang dirumuskan para relawan PILAR adalah: “Sekolah Budaya”.


Senin, 16 Desember 2013

Tassese Bercerita (lagi)

TASSESE, yah itu lah nama desa yang saya kunjungi kemarin. Desanya cukup indah. Ditambah lagi orang-orang nya yang sangat ramah dan anak-anak desa Tasesse yang cukup bisa di ajak bercanda. Tanggal 22 Agustus 2013 saya bersama teman-teman PILAR melaksanakan kegiatan Literary Picnic di Tasesse. Ini adalah kegiatan yang baru pertama kali saya ikuti dan sangat membawa kesan tersendiri untuk saya. Saya lupa tepat tanggal berapa, kak Tami memberitahu saya untuk ikut bersama teman–teman yang lain berkunjung ke Tasesse. Saya merasa cukup senang  bisa di ajak pergi ke desa itu. Sebelumnya saya sudah pernah dengar tentang Tasesse dari teman-teman yang pernah berkunjung sebelum saya. Mereka banyak bercerita tentang keindahannya, terutama Kopi Tasesse. Kopi Tasesse itu membuat saya penasaran dengan rasanya. Sayangnya kepergian ku ke Tasesse bukan waktu yang tepat karena Kopi Tasesse belum panen pada saat itu.

Yah, mungkin itu salah satu hal yang membuat saya ingin kembali ke Tasesse lagi lain waktu. Tidak hanya tentang Kopinya yang membuat ku ingin kembali ke desa itu, tapi kerinduanku bermain bersama adik-adik di sana. Adik–adik  yang masih sangat lugu, yang sangat suka bertani, yang bermain bersama dengan sebayanya dan adik-adik perempuanku yang sangat suka membantu memasak jika ada acara-acara di desa. Sedikit berbeda dengan adik-adik yang ada di kota yang rata-rata bermain dengan gadget-nya. Agak miris melihatnya. Semoga sekembali ku kesana suasana itu masih ada. Suasana bermain, mencari buah-buahan bersama, dan menyusun buku bersama. Itu sedikit cerita tentang kenangan di Tasesse.

Pada 21 Agustus 2013 kak Tami bersama ku  menyusun agenda dan mempersiapkan kepergian kami ke Tasesse. Saat itu Saldo Akhir PILAR yang saya catat sebesar Rp 10.465.424,-. Yah, lumayan banyak lah menurut ku. Tapi, kami tidak menggunakan semua dana itu untuk acara Literary Picnic di Tasesse. Sebanyak 13 orang yang pergi pada saat itu bersedia patungan memberikan sumbangan berjumlah Rp 295.000,- sehingga saldo saat sebelum keberangkatan terkumpul sebesar Rp 10.760.424,-.

Literary Picnic yang di adakan di Tassesse berlangsung selama 3 hari 2 malam, yakni 23-25 Agustus 2013. Keperluan makan dan tempat tinggal sudah dipersiapkan jauh sebelum keberangkatan.

Teman-teman lain, sekitar 10 orang, berangkat dengan menggunakan kendaraan pribadinya masing-masing. PILAR menanggulangi biaya bensin mereka menuju ke Desa Tassese sekitar Rp 75.000,-. Lain hal nya denganku. Saya bersama kak Tami pergi naik mobil bersama 2 orang penumpang dan seorang supir yang tidak lain adalah warga Tasesse untuk membawa  barang-barang keperluan disana. Rencana awalnya, kami hendak men-carter[1] mobil angkutan. Kebetulan, ada beberapa warga Tassese yang memang bekerja sebagai supir angkutan dengan rute Tassese – Sungguminasa (pusat Kabupaten Gowa). Setelah sepakat mengenai waktu dan biaya carter, kami pun dijemput di Sekret AcSI tepat pukul 12.00 WITA pada tanggal 23 Agustus 2013.

Sebelum menuju Tasesse,tempat tujuan pertama yang kami datangi adalah Pasar Sungguminasa. Di pasar, saya dan kak tami berbelanja kebutuhan makanan dan barang-barang tambahan selama kegiatan Tassese Literary Picnic. Berbagai macam sayur, ikan kering, kentang dan wortel, cabai, beberapa kopi sachet, teh saring, gula pasir, kecap dan sambel botol, beberapa rak telur, dan mi sachet . Masih ada beberapa barang lainnya yang kami perkirakan akan dibutuhkan selama kegiatan, hanya saja nota-nota yang diberikan penjual-penjual di Pasar sangat tidak detail. Bahkan ada beberapa transaksi yang tidak kami lengkapi nota karena di Pasar sangat jarang ditemui pedagang yang memiliki nota. Ini bisa jadi pembelajaran kami ke depan, jika ingin ke Pasar, bawa nota sendiri.

Sepeninggal dari pasar, tempat tujuan kedua kami adalah toko bahan bangunan untuk keperluan perpusatakaan. Papan tripleks panjang dengan sisi yang bisa difungsikan untuk papan tulis (whiteboard) adalah barang utama yang kami cari. Papan tripleks ini rencana akan kami tempelkan di salah satu sisi rumah sebagai dinding, sekalian papan coret-coret karya bagi siapa saja yang ingin menulis apa saja. Selain itu, beberapa paku, senter, lem fox, dan kawat kawat pengait adalah hal-hal yang kami beli.

Setelah semua kebutuhan sandang dan pangan terpenuhi, perjalanan pajang kami pun dimulai. Jalan yang berlika-liku dan bebatuan itu tidak gentar membuat pak sopir mengemudikan mobilnya. Setelah melewati jalan yang begitu panjang dengan berbagai macam jalan berlubang tiba lah saya di Tasesse bersama langit biru, awan putih dan hangatnya sambutan warga Tasesse membuat hari itu sangat bahagia bagiku.

Pada Tanggal 22 Agustus 2013 dana yang keluar sebesar Rp 402.400,- . Dana itu terpakai untuk biaya transportasi teman-teman yang menggunakan motor sebesar Rp 75.000,-  ditambah lagi untuk membeli rempah-rempah dan bahan makanan selama disana sebesar Rp 327.400,-. Alhamdullilah itu menjadi pengeluaran pertama saat di Tasesse. Keesokan harinya, 23 Agustus 2013, biaya kehidupan disana bertambah karena banyak hal yang dipersiapkan untuk keperluan perpustakaan, sebesar Rp 834.700,-. Adapun bahan-bahan yang diperlukan seperti  membeli foltur, paku, timba dan tripleks whiteboard sebesar Rp 147.900,-. Bahan lainnya yang diperlukan disana seperti spidol, kuas lukis, oil pastel dan bahan lainnya mengeluarkan dana sebesar Rp 386.800,-. Terakhir, biaya trasnportasi barang-barang mentah sebesar Rp 300.000,-.  Jujur itu lumayan banyak.

Sedikit cerita tentang malam terakhir di Tasesse. Malam itu ada agenda Malam Puisi yang di buat oleh Aan Mansyur, penulis dari Makassar. Aan Mansyur juga jadi salah satu pencetus ide kegiatan Tassese Literary Picnic ini. Sungguh indah malam itu dibawah sinar terangnya bulan dan kerlipnya cahaya bintang. Kita duduk bersama di atas batu besar di samping hamparan sawah yang begitu indah untuk sedikit mengungkapankan keluh kesah di hati. Sebagai pelopor kegiatan malam puisi, Kak Aan membuka malam itu dengan membacakan salah satu puisinya. Tak selesai hanya di bait puisi. Oleh kak Aan, setiap orang harus membaca satu atau lebih puisi. Ungkapan demi ungkapan pun terucap dari bibir teman-teman. Hal yang menarik juga sebelum acara ditutup, yaitu acara take and give barang berharga yang kita miliki pada saat itu. Suatu kebahagiaan tersendiri bagiku mendapat buku dari Seorang Aan Mansyur.

Ok, kita kembali ke topik awal yaitu soal saldo PILAR. Hari ke tiga di Tassese, 25 Agustus 2013, adalah hari persiapan pulang. Adapun dana yang yang kami keluarkan tidak begitu besar. Dana sebesar Rp 180.000,- kami pakai untuk membayar sewa tenda selama 3 hari 2 malam di Tasesse. Sekarang saldo PILAR sebesar Rp 9.343.324,-.

Alhamdullilah, saldo terakhir sudah saya rincikan dengan cerita dan kesan saya yang bahagia di Tassese. Akhirnya laporan ini selesai juga. Sengaja memang saya buat tidak seperti laporan keuangan formil pada umumnya. Saya sangat susah memisahkan kronologis anggaran dana dan pengalaman yang seru selama di sana.

Semoga bermanfaat, dan terima kasih atas bantuan Anda semua. J



oleh: Rizki Nuralam Wahid


[1] Istilah untuk menyewa mobil di Makassar

Senin, 26 Agustus 2013

Bukit Sapa yang Merdu

Burung putih mencuri pandanganku. Ia terbang membelah udara. Membentuk garis berkelok indah tanpa ragu. Sepertinya coba menghindar dari batang kayu berkepala kantong plastik yang hampir ada di setiap petakan sawah. Kemudian, burung itu hinggap di pematang tanpa kantong.

Diantarnya pandanganku pada kantong-kantong itu. Aku bahkan terdorong untuk mengeja jumlahnya. Ada lebih kurang 102 kantong berkibar menghias puluhan sengkedan yang nampak ibarat tikar teduh di lereng salah satu bukit Desa Tassese. Mereka melambai dari jauh.

Bukit itu kunamakan Bukit Sapa. Aku bisa melihatnya dari batu besar di sebuah tanah lapang. Letaknya di belakang rumah Pak Lawang, salah satu warga Dusun Bonto Te'ne. Aku perlu melawan takut melewati beberapa ayam yang bermain di samping rumah Pak Lawang. Kemudian bertemu pada sepetak kebun ubi yang belum tertata. Pagar bambu tua lalu menyambutku. Melangkah sedikit, berbagai pohon mengisi pandangan. Ada pisang, bambu, kopi, cengkeh, cabai, dan semak ilalang. Ada tangga kecil yang membantuku melewati pagar bambu tua kedua. Dan, "Hai!" sapa Bukit Sapa.